BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Disseminated Intravaskular Coagulation ( DIC ) dapat terjadi hampir pada
semua orang tanpa perbedaan ras, jenis kelamin, serta usia. Gejala-gejala DIC
umumnya sangat terkait dengan penyakit yang mendasarinya, ditambah gejala
tambahan akibat trombosis, emboli, disfungsi organ, dan perdarahan. Koagulasi
intravaskular diseminata atau lebih populer dengan istilah aslinya,
Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) merupakan diagnosis kompleks yang
melibatkan komponen pembekuan darah akibat penyakit lain yang mendahuluinya. Keadaan ini menyebabkan perdarahan secara
menyeluruh dengan koagulopati konsumtif yang parah. Banyak penyakit dengan
beraneka penyebab dapat menyebabkan DIC, namun bisa dipastikan penyakit yang
berakhir dengan DIC akan memiliki prognosis malam. Meski DIC merupakan keadaan
yang harus dihindari, pengenalan tanda dan gejala berikut penatalaksanaannya
menjadi hal mutlak yang tak hanya harus dikuasai oleh hematolog, namun hampir
semua dokter dari berbagai disiplin. DIC merupakan kelainan perdarahan yang
mengancam nyawa, terutama disebabkan oleh kelainan obstetrik, keganasan
metastasis, trauma masif, serta sepsis bakterial.
Terjadinya DIC dipicu oleh
trauma atau jaringan nekrotik yang akan melepaskan faktor-faktor pembekuan
darah. Endotoksin dari bakteri gram negatif akan mengaktivasi beberapa langkah
pembekuan darah. Endotoksin ini pula yang akan memicu pelepasan faktor
pembekuan darah dari sel-sel mononuklear dan endotel. Sel yang teraktivasi ini
akan memicu terjadinya koagulasi yang berpotensi menimbulkan trombi dan emboli
pada mikrovaskular. Fase awal DIC ini akan diikuti fase
consumptive coagulopathy dan secondary fibrinolysis. Pembentukan fibrin yang
terus menerus disertai jumlah trombosit yang terus menurun menyebabkan
perdarahan dan terjadi efek anti hemostatik dari produk degradasi fibrin. Pasien akan mudah berdarah di mukosa,
tempat masuk jarum suntik/infus, tempat masuk kateter, atau insisi bedah. Akan
terjadi akrosianosis, trombosis, dan perubahan pregangren pada jari, genital,
dan hidung akibat turunnya pasokan darah karena vasospasme atau mikrotrombi.
Pada pemeriksaan lab akan ditemui trombositopenia, PT dan aPTT yang memanjang,
penurunan fibrinogen bebas dibarengi peningkatan produk degradasi fibrin, seperti
D-dimer.
1.2 Rumusan masalah
- Apa yang dimaksud dengan Disseminated Intravaskular Coagulation (DIC)?
- Bagaimana etiologi, patofisiologi, komplikasi, diagnosis Disseminated Intravaskular Coagulation ( DIC )?
1.3 Pembatasan Masalah.
Berdasarkan latar belakang yang telah dibahas diatas, penulis
membatasi masalah tentang “Disseminated Intravaskular Coagulation ( DIC ) "
1.4 Tujuan makalah
Dalam makalah ini terdapat 2 macam tujuan yaitu :
1.4.1 Tujuan Umum
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan Disseminated
Intravaskular Coagulation ( DIC )
2. mengetahui etiologi,
patofisiologi, komplikasi, diagnosis Disseminated Intravaskular Coagulation ( DIC )
1.4.2 Tujuan
Khusus
Makalah ini dibuat
untuk memenuhi tugas mata kuliah SISTEM Hematologi dan Imunologi dalam pokok
bahasan ” Disseminated Intravaskular Coagulation ( DIC )”.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 DEFINISI
·
Disseminated Intravascular
Coagulation (DIC) adalah suatu keadaan dimana bekuan- bekuan darah kecil
tersebar di seluruh aliran darah, menyebabkan penyumbatan pada pembuluh darah
kecil dan berkurangnya faktor pembekuan yang diperlukan untuk mengendalikan
perdarahan. (medicastore.com).
·
Disseminated Intravascular
Coagulation adalah suatu sindrom yang ditandai dengan adanya
perdarahan/kelainan pembekuan darah yang disebabkan oleh karena terbentuknya
plasmin yakni suatu spesifik plasma protein yang aktif sebagai fibrinolitik
yang di dapatkan dalam sirkulasi (Healthy Cau’s)
·
Secara umum Disseminated
Intavascular Coagulation (DIG) didefinisikan sebagai kelainan atau gangguan
kompleks pembekuan darah akibat stirnulasi yang berlebihan pada mekanisme
prokoagulan dan anti koagulan sebagai respon terhadap jejas/injury (Yan Efrata
Sembiring, Paul Tahalele)
·
Kesimpulan : Disseminated
Intravascular Coagulation (DIC) adalah suatu keadaan dimana bekuan-bekuan darah
kecil tersebar di seluruh aliran darah, menyebabkan penyumbatan pada pembuluh
darah kecil dan berkurangnya faktor pembekuan yang diperlukan untuk
mengendalikan perdarahan.
2.2 ETIOLOGI
DIC merupakan mekanisme
perantara berbagai penyakit dengan gejala klinis tertentu. Berbagai penyakit
dapat mencetuskan DIC fulminan atau derajat rendah seperti di bawah ini:
Penyakit yang disertai DIC fulminan
- Bidang obstetric: emboli cairan amnion, abrupsi plasenta, eklamsia, abortus
- Bidang hematologi: reaksi transfusi darah, hemolisis berat, transfuse massif, leukemia
- Infeksi
- Septicemia, gram negative (endotoksin), gram negative (mikro polisakarida)
- Virus : HIV, hepatitis, varisela, virus sitomegalo, demam dengue
- Parasit : Malaria
- Trauma
- Penyakit hati akut : gagal hati akut ,ikterus obstruktif
- Luka bakar
- Penyakit ginjal menahun
- Peradangan
- Penyakit hati menahun
2.3 MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis bergantung pada penyakit dasar,
akut atau kronik, dan proses patologis yang mana lebih utama,apakah akibat
thrombosis mikrovaskular atau diathesis hemoragik. Kedua proses patologis ini
menimbulkan gejala klinis yang berbeda dan dapat ditemukan dalam waktu yang
bersamaan.
Perdarahan dapat terjadi pada semua tempat. Dapat
terlihat sebagai petekie, ekimosis,perdarahan gusi,hemoptisis,dan kesadaran
yang menurun sampai koma akibat perdarahan otak. Gejala akibat thrombosis
mikrovaskular dapat berupa kesadaran menurun sampai koma,gagal ginjal
akut,gagal napas akut dan iskemia fokal,dan gangrene pada kulit.
Mengatasi perdarahan pada Disseminated
Intravascular Coagulation (DIC) sering lebih mudah daripada mengobati akibat
thrombosis pada mikrovaskular yang menyababkan gangguan aliran darah,iskemia
dan berakhir dengan kerusakan organ yang menyebabkan
Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) sering
berhubungan langsung dengan kondisi penyebabnya, adanya riwayat perdarahan dan
hipovolume seperti perdarahan gastro intestinal dan gejala dan tanda trombosis
pada pembuluh darah yang besar seperti DVT dan trombosis mikrovaskuler seperti
gagal ginjal, perdarahan dari setidaknya 3 daerah yang tidak berhubungan
langsung dengan DIC seperti :
·
Epistaksis
- Perdarahan gusi
- Perdarahan Mukosal
- Batuk
- Dyspnea
- Bingung, disorientasi
- Demam
Kondisi yang dapat terjadi DIC antara lain :
1. Sepsis atau infeksi yang berat
- Trauma ( Polytrauma, neurotrauma, emboli lemak )
- Kerusakan organ ( Pankreatitis berat )
- Malignancy ( Penyakit yang kondisinya buruk )
o
Tumor
padat
o
Myeloproliferative/
lymphoproliferatif malignan
- Kehamilan yang sulit
o
Emboli
caitran amniotik
o
Plasenta
abrupsio
- Kelainan Vaskuler
o
Kasaback-mereritt
syndrom
o
Aneurisma
vaskuler yang besar
- Kerusakan hepar berat
- Reaksi toxic atau imunologi yang berat
o
Digigit
ular
o
Penggunaan
obat-obatan terlarang
o
Reaksi
transfusi
o
Kegagalan
tranplantasi
2.4 PATHOFISIOLOGI
Disseminated
Intravaskular Coagulation ( DIC ). sebenarnya bukanlah nama diagnosa suatu penyakit dan Disseminated
Intravaskular Coagulation ( DIC ). terjadi selalu mengindikasikan adanya penyakit yang menjadi
penyebabnya. Ada
banyak sekali penyebab terjadinya Disseminated Intravaskular Coagulation ( DIC ). Disseminated
Intravaskular Coagulation ( DIC ). ditandai dengan aktivasi sistemik dari system pembekuan darah,
yang menyebabkan reaksi generasi dan deposisi (pengendapan ) dari fibrin,
menimbulkan thrombus microvaskuler di organ-organ tubuh sehingga menyebabkan
terjadinya multi organ failure. ( Levi, 1999 )
Emboli
cairan amnion yang disertai Disseminated Intravaskular Coagulation ( DIC ). sering mengancam
jiwa dan dapat menyebabkan kematian. Gejala DIC. karena emboli cairan amnion yaitu gagal nafas
akut, dan renjatan. Pada
sindrom mati janin dalam uterus yang lebih dari 5 minggu yang ditemukan DIC. pada 50% kasus. Biasanya pada permulaan hanya DIC. derajat rendah dan kemudian dapat berkembang cepat menjadi DIC fulminan.Dalam keadaan seperti ini nekrosis jaringan janin, dan enzim
jaringan nekrosis tersebut akan masuk dalam sirkulasi ibu dan mengaktifkan
sistem koagulasi dan fibrinolisis,dan terjadi DIC fulminan.
Pada kehamilan dengan eklamsia ditemukan DIC derajat rendah dan sering pada organ khusus seperti ginjal dan
mikrosirkulasi plasenta. Namun perlu diingat bahwa 10-15% DIC derajat rendah dapat berkembang menjadi DIC fulminan. Abortus yang
diinduksi dengan garam hipertonik juga sering disertai DIC derajat rendah, sampai abortus komplet,namun kadang dapt menjadi fulminan.
Hemolisis karena reaksi transfusi darah dapat
memicu sistem koagulasi sehingga terjadi DIC. Akibat hemolisis,sel
darah merah (SDM) melepaskan adenosine difosfat (ADP) atau membrane fosfolipid
SDM yang mengaktifkan sistem koagulasi baik sendiri maupun secara bersamaan dan
menyebabkan DIC. Pada septikimia DIC terjasi akibat
endotoksin atau mantel polisakarida bakteri memulai koagulasi dengan cara
mengaktifkan factor F XII menjadi FXIIa,menginduksi pelepasan reaksi
trombosit,menyebabkan endotel terkelupas yang dilanjutkan aktivasi F XII men F
X-Xia,dan pelepasan materi prokoagulan dari granulosit dan semuanya ini dapat
mencetuskan DIC.Terakhir dilaporkan bahwa organism gram positif
dapat menyebabkan DIC dengan mekanisme seperti endotoksin,
yaitu mantel bakteri yang terdiri dari mukopolisakarida menginduksi DIC.
Beberapa mekanisme yang terjadi secara terus
menerus pada DIC, penyebab utama terjadinya deposisi fibrin adalah
- Faktor jaringan, penyebab terjadinya generasi trombin
- Kegagalan fisiologis mekanisme antikoagulan, seperti sistem antithrombin dan sistem protein C yang menurunkan keseimbangan generasi thrombin.
- Gagalnya fibrin removal yang menyebabkan penurunan sistem fibrinolitik, perburukan thrombolisis endogenous terutama disebabkan oleh tingginya tingkat sirkulasi dari fibrinolitik, aktifitas fibrinolitic meningkat dan menyebabkan perdarahan.
2.5 PATHWAYS
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
2.6 KOMPLIKASI
- Acute respiratory
distress syndrome (ARDS)
- Penurunan fungsi ginjal
- Gangguan susunan saraf pusat
- Gangguan hati
- Ulserasi mukosa gastrointestinal : perdarahan
- Peningkatan enzyme jantung : ischemia, aritmia
- Purpura fulminan
- Insufisiensi adrenal
- Lebih dari 50% mengalami kematian
2.7 INSIDEN
Orang-orang yang memiliki resiko paling tinggi untuk menderita DIC:
o
Wanita
yang telah menjalani pembedahan kandungan atau persalinan disertai komplikasi,
dimana jaringan rahim masuk ke dalam aliran darah
o
Penderita
infeksi berat, dimana bakteri melepaskan endotoksin (suatu zat yang menyebabkan
terjadinya aktivasi pembekuan
o
Penderita
leukemia tertentu atau penderita kanker lambung, pankreas maupun prostat.
o
Orang-orang
yang memiliki resiko tidak terlalu tinggi untuk menderita DIC:
§
Penderita cedera kepala yang
hebat
§
Pria yang telah menjalani
pembedahan prostate
§
Terkena gigitan ular berbisa
2.8 PEMERIKSAAN HEMOSTASIS PADA DIC
a) Masa Protombin
Masa protrombin bias abnormal pada DIC, dapat disebabkan beberapa hal.
Karena masa protrombin yang memanjang bisa karena hipofibrinogenemia, gangguan
FDP pada polimerisasi fibrin monomer dan karena plasmin menginduksi lisis
faktor V dan faktor IX. Masa protrombin ditemukan memanjang pada 50-75% pasien
DIC sedang pada kurang 50% pasien bias dalam batas normal atau memendek. Normal
atau memendeknya masa protrombin ini terjadi karena
(1) beredarnya faktor koagulasi aktif seperti
trombin atau F Xa yang dapat mempercepat pembentukan fibrin,
(2) hasil degradasi awal dapat mempercepat
pembekuan oleh thrombin atau sistem pembekuan gel yang cepat. Masa protrombin
umumnya kurang bermanfaat dalam evaluasi DIC.
b) Partial Thrombin Time
(PTT)
PTT diaktifkan seharusnya juga memanjang pada DIC fulminan karena berbagai
sebab sehingga parameter ini lebih berguna pada masa protrombin. Plasmin
menginduksi biodegradasi F V, VIII, IX dan XI, yang seharusnya juga menyebabkan
PTT memanjang. Selain itu sama halnya dengan masa protrombin, PTT juga akan
memanjang bila kadar fibrinogen kurang dari 100 mg%.
PTT juga memanjang pada DIC Karena pada FDP menghambat polimerisasi fibrin
monomer. Namun PTT yang memanjang dapat ditemukan pada 50-60% pasien DIC, dan
oleh sebab itu PTT yang normal tak dapat dipakai menyingkirkan DIC. Mekanisme
terjdinya PTT normal atau memendek pada 40-50% pasien DIC sama seperti pada
masa protrombin.
c) Kadar Faktor Pembekuan
Pemeriksaan kadar faktor pada pembekuan memberikan sedikit informasi yang
berarti pada pasien DIC. Sebagaimana sudah disebutkan sebelumnya pada
kebanyakan pasien DIC fulminan faktor pembekuan yang aktif beredar dalam
sirkulasi terutama F Xa, IXa dan trombin. Pemeriksaan faktor yang didasarkan
atas standar PTT dan masa protrombin dengan teknik menggunakan difisiensi
substrat akan memberikan hasil yang tidak dapat diinterpretasi. Sebagai contoh
jika F VIII diperiksa dengan pasien DIC dengan disertai peningikata F Xa, jelas
F VIII yang dicatat akan tinggi karena dalam uji sistem F Xa melintas kebutuhan
F VIII sehingga terjadi perubahan fibrinogen menjadi fibrin dengan cepat dengan
waktu yang dicatat dalam kurva standar pendek, dan ini akan diinterpretasi
sebagai kadar F VIII yang tinggi.
d) FDP
Kadar FDP akan meningkat pada 85-100% kasus DIC. Hasil degradasi ini akibat
biodegradasi fibrinogen atau fibrin oleh plasmin, jadi secara tidak langsung
menunjukkan bahwa jumlah plasmin melebihi jumlah normal dalam darah. Tes
protamin sulfat atau etanol biasanya positif bila dalam sirkulasi darah ada
fibrin monomer soluble. Tetapi sama sepert FDP, tes ini bukan sebagai sarana
diagostik, karena fibrin monomer soluble juga terlihat pada situasi klinis
lain, sama seperti pada situasi klinis lain, seperti pada wanita dengan
kontrasepsi oral, pasien dengan emboli paru, pada beberapa pasien infark
miokard, pasien dengan penyakit ginjal tertentu, pasien dengan thrombosis vena
atau arteri, dan pasien dengan tromboemboli.
e) D- Dimer
Suatu test terbaru untuk DIC adalah D-Dimer.D-Dimer merupakan hasil degradasi
fibrin ikat silang yaitu fibrinogen yang diubah menjadi fibrin kemudian
diaktifkan oleh factor XIII. Dari periksaan atau tes yang paling banyak
dilakukan untuk menilai KID. D-Dimer tamapaknya merupakan tes yang paling dapat
dipercaya untuk menilai kemungkinan DIC, Menunjukkan adanya D-Dimer apnormal
pada 93% kasus, kadar AT III apnorml pada 89% kasus, kadar fibri nopeptida
apnormal pada 88% kasus, dan titer FDP abnormal pada 75 % kasus.
Kadang-kadang titer FDP dan reaksi para koagulasi dapat negative pada DIC. Hal ini disebabkan pada DIC akut jumlah plasmin yang beredar sngat banyak dan fibrinolisis sekunder mengakibatkan degradasi Fragmen D & E, padahal fragmen inilah yang dideteksi sebagai FDP. Selain itu penglepasan protease granulosid, kolagenase dan elastase yang berlebihan dapat juga mengakibatkan dekradasi pada semua sisa fragmen D & E dan akhirnya memberikan hasil FDP negative. Jadi FDP yang negative belum dapat menyingkirkan diagnosis DIC. Dengan tersedianya pemeriksaan D-Dimer, pemeriksaan FDP dan tes protamin sulfat menjadi terbatas perannya dalam mendiagnosis DIC.
Kadang-kadang titer FDP dan reaksi para koagulasi dapat negative pada DIC. Hal ini disebabkan pada DIC akut jumlah plasmin yang beredar sngat banyak dan fibrinolisis sekunder mengakibatkan degradasi Fragmen D & E, padahal fragmen inilah yang dideteksi sebagai FDP. Selain itu penglepasan protease granulosid, kolagenase dan elastase yang berlebihan dapat juga mengakibatkan dekradasi pada semua sisa fragmen D & E dan akhirnya memberikan hasil FDP negative. Jadi FDP yang negative belum dapat menyingkirkan diagnosis DIC. Dengan tersedianya pemeriksaan D-Dimer, pemeriksaan FDP dan tes protamin sulfat menjadi terbatas perannya dalam mendiagnosis DIC.
2.9 PENATALAKSANAAN
1. Atasi penyakit primer yang menimbulkan DIC
2. Pemberian heparin. Heparin dapat diberikan
200 U/KgBB iv tiap 4-6 jam. Kenaikan kadar fibrinogen plasma nyata dalam 6-8
jam, setelah 24-48 jam sesudah mencapai harga normal.
3. Terapi pengganti. Darah atau PRC diberikan
untuk mengganti darah yang keluar. Bila dalam pengobatan yang baik, jumlah
trombosit tetap rendah dalam waktu sampai seminggu, berarti tetap mungkin
terjadi perdarahan terus atau ulangan, sehingga dalam keadaan ini perlu
diberikan platelet concentrate.
4.
Obat
penghambat fibrinolitik. Pemakaian Epsilon Amino Caproic Acid (EACA) atau asam
traneksamat untuk menghambat fibrinolisis sama sekali tidak boleh dilakukan, karena
akan menyebabkan trombosis. Bila perlu sekali, baru boleh diberikan sesudah
heparin disuntikkan. Lama pengobatan tergantung dari perjalanan penyakit
primernya. Bila penyakit primernya dapat diatasi cepat, misalnya komplikasi
kehamilan dan sepsis, pengobatan DIC hanya perlu untuk 1-2 hari. Pada keganasan
leukemia dan penyakit-penyakit lain dimana pengobatan tidak efektif, heparin
perlu lebih lama diberikan. Pada keadaan ini sebaiknya diberikan heparin
subkutan secara berkala. Antikoagulan lain jarang diberikan. Sodium warfarin kadang-kadang memberikan hasil baik.
2.10 ASUHAN KEPERAWATAN PADA DISSEMINATED INTRAVASCULAR COAGULATION
(DIC)
Identitas Klien
Nama : Tn. Songko
Umur : 66 tahun
Agama : Islam
Jenis Kelamin : laki-laki
Pendidikan :
Pekerjaan :
Alamat : Jl. Dr Soetomo No. 10 Pamekasam
Status :
Keluhan utama
-
Nyeri
pada kaki disertai bercak – bercak merah
Riwayat penyakit
sekarang
Nyeri dan demam dengan suhu
tinggi >38 sehingga perlu rawat inap di RS pada tanggal 23 november 2011.
Riwayat kesehatan
lalu
Menderita penyakit ginjal menahun
Pemeriksaan fisik
·
Suhu : 38,50 C
·
TD : 80/60 mmHg
·
Nadi : 65 x/mnt
·
RR : 22 x/mnt
- Kulit dan membran mukosa = perembesan difusi darah atau plasma, ptekiae, purpura yang teraba (pada awalnya di dada dan abdomen), hemoragi, hematoma, luka bakar karena plester, sianosis akral
- Sistem GI = mual, muntah, uji guaiak positif pada emesis/aspirasi nasogastrik dan feses, nyeri hebat pada abdomen, peningkatan lingkar abdomen
- Sistem urinaria = hematuria, oliguria
- Sistem pernafasan = dispnea, takipnea, sputum mengadung darah
- Sistem kardiovaskular = hipotensi meningkat, hipotensi postural, frekwensi jantung meningkat, nadi perifer tak teraba
- Sistem syaraf perifer = perubahan tingkat kesadaran, gelisah, ketidastabilan vasomotor
- Sistem muskuloskeletal = nyeri otot, sendi dan punggung
- Perdarahan sampai hemoragi insisi operasi, uterus postpartum, fundus mata (perubahan visual)
- Prosedur invasif suntikan, iv, kateter arterial dan selang nasogastrik atau dada, dan lain-lain
ANALISA DATA
No
|
Data pendukung
|
Etiologi
|
Masalah
|
1
|
DS : Pasien mengalami perdarahan pada daerah
yang memar kemerahan
DO :
|
Infeksi
Sepsis
Kerusakan jaringan kulit
ekimosis
perdarahan
|
Perubahan perfusi jaringan kardiopulmoner
berhubungan dengan terganggunya aliran/ sirkulasi darah ditandai dengan
perdarahan
|
2
|
DS : Pasien mengatakan nyeri pada bagian memar
yang kemerahan
DO :
·
Dengan
skala nyeri rentang 1-10, pasien menunjukkan angka 8, dengan kriteria 10=
sangat nyeri dan 1= tidak nyeri
|
Memar
Perdarahan
Jaringan terbuka
nyeri
|
Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan
|
3
|
DS : Pasien cemas tidak tenang, gelisah, emosinya labil
DO :
·
Pasien
mengatakan ia sangat cemas dan bingung dengan penyakitnya.
|
Kurang pengetahuan
Kopping pasien
Cemas, gelisah
|
Ansietas berhubungan dengan ancaman kematian
|
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
No
|
TGL/JAM
|
Diagnosa Keperawatan
|
Paraf
|
1
|
|
Perubahan perfusi jaringan kardiopulmoner
berhubungan dengan terganggunya aliran/sirkulasi darah ditandai dengan
perdarahan
|
|
2
|
|
Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan
|
|
3
|
|
Ansietas berhubungan dengan ancaman kematian
|
|
NOC
Diagnosa 1 : Perubahan perfusi jaringan kardiopulmoner berhubungan dengan
terganggunya aliran/sirkulasi darah ditandai dengan perdarahan
Kriteria
|
Nilai 1
|
Nilai 2
|
Nilai 3
|
Nilai 4
|
Nilai 5
|
Warna kulit
|
|
|
|
|
|
Suhu
|
|
|
|
|
|
Nadi
|
|
|
|
|
|
Frekwensi nafas
|
|
|
|
|
|
Aritmia
|
|
|
|
|
|
NIC
Tgl/ Jam
|
Diagnosa
|
Tujuan dan Kriteria
|
Intervensi
|
Paraf
|
24-11-11/ 07.30
|
Perubahan perfusi jaringan kardiopulmoner
berhubungan dengan terganggunya aliran/sirkulasi darah ditandai dengan
perdarahan
|
Tujuan : perfusi jaringan dapat dipertahankan
atau ditingkatkan secara adekuat
Kriteria :
·
Warna
kulit
·
Suhu
·
Nadi
·
Frekwensi
nafas
·
Aritmia
|
1.
Aktifitas keperawatan
•
Auskultasi
dada dan jantung serta bunyi nafas
•
Kaji peningkatan tekanan
darah
•
Ukur
lingkar abdomen bila dicurigai terjadi pedarahan GI
2.
Pendidikan keluarga
•
Ajarkan
pada pasien untuk memperhatikan dan menjaga balutan lukanya
3.
Tindakan kolaboratif
•
Konsultasikan
pada dokter jika pasien mengalami nyeri yang hebat
•
Jika
perlu memberikan terapi oksigen konsultasikan dengan dokter terlebih dahulu
4.
Aktifitas lain
•
Berikan
dengan hati-hati perawatan sesuai dengan kebutuhan
•
Pantau
pemeriksaan laboratorium, laporkan keadaan asidosis
|
|
NOC
Diagnosa 2 : Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan
Kriteria
|
Nilai 1
|
Nilai 2
|
Nilai 3
|
Nilai 4
|
Nilai 5
|
Nyeri
|
|
|
|
|
|
Posisi menghindari nyeri
|
|
|
|
|
|
Respon autonomik
|
|
|
|
|
|
Perilaku ekspresi wajah
|
|
|
|
|
|
NIC
Tgl/ Jam
|
Diagnosa
|
Tujuan dan Kriteria
|
Intervensi
|
Paraf
|
24-11-11/ 13.30
|
Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan
|
Tujuan : nyeri berkurang atau terkontrol dengan
criteria hasil klien mengatakan merasa nyaman, postur tubuh dan wajah relaks
Kriteria :
·
Nyeri
·
Posisi
menghindari nyeri Suhu
·
Respon
autonomik Frekwensi
nafas
·
Perilaku
ekspresi wajah
|
1.
Aktifitas keperawatan
•
Lakukan
pengkajian nyeri yang komprehensif meliputi lokasi, karakteristik, durasi,
frekwensi, kualitas, keparahan nyeri dan faktor presipitasinya
•
Observasi isyarat ketidaknyamanan nonverbal
•
Dalam
mengkaji nyeri pasien, gunakan kata-kata yang konsisten dengan usia dan
tingkat perkembangan pasien
2.
Pendidikan keluarga
•
Berikan
informasi tentang nyeri, seperti penyebab, seberapa lama akan berlangsung dan
antisipasi ketidaknyamanan dengan prosedur
3.
Tindakan kolaboratif
•
Konsultasikan
pada dokter dengan pemberian analgesik
•
Laporkan
pada dokter jika tindakan tidak berhasil
4.
Aktifitas lain
•
Sesuaikan
frekuensi dosis sesuai indikasi dengan pengkajian dan efek samping
•
Bantu
pasien untuk mengidentifikasi tindakan memenuhi kebutuhan rasa nyaman
|
|
NOC
Diagnosa 3 : Ansietas berhubungan dengan ancaman kematian
Kriteria
|
Nilai 1
|
Nilai 2
|
Nilai 3
|
Nilai 4
|
Nilai 5
|
Gelisah
|
|
|
|
|
|
Cemas
|
|
|
|
|
|
Insomnia
|
|
|
|
|
|
Ketakutan
|
|
|
|
|
|
NIC
Tgl/Jam
|
Diagnosa
|
Tujuan dan Kriteria
|
Perencanaan
|
Paraf
|
24-11-11/ 19.00
|
Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan
kondisi, pemeriksaan diagnostik dan rencana tindakan
|
Tujuan : Agar pasien tidak cemas karena infeksi yang dideritanya dan
dapat beraktivitas kembali
Kriteria :
ü
Gelisah
ü
Cemas
ü
Insomnia
ü
Ketakutan
ü
Kekhawatiran
|
1.
Aktivitas
Keperawatan
·
Kaji dan
dokumentasi tingkat kecemasan pasien
·
Selidiki
dengan pasien tentang tehnik yang telah
dimiliki dan yang belum dimiliki untuk mengurangi ansietas di masa lalu
·
Menentukan
pengambilan keputusan pada pasien
2.
Pendidikan
Keluarga
3.
Aktifitas
kolaboratif
4.
Aktifitas
lain
·
Beri
dorongan kepada pasien untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan agar ansietas
dapat terkurangi
·
Bantu pasien
untuk memfokuskan pada situasi saat ini
·
Sarankan
terapi alternatif untuk mengurangi ansietas yang diterima oleh pasien
|
|
IMPLEMENTASI
NO. DIAGNOSIS MASALAH KOLABORATIF
|
TGL/ JAM
|
TINDAKAN
|
PARAF
|
1
|
|
·
atur posisi miring
|
|
2
|
|
1.
Mengkaji tingkat nyeri pasien
2. Memberikan analgesik sesuai saran dokter
3. Mengobservasi tanda dan gejala nyeri
4. Merngatur posisi ventilator dengan baik
dan benar
|
|
3
|
|
1. Menjalin hubungan baik dengan pasien
2. Meyakinkan pasien bahwa mereka memegang
peranan penting dalam kesembuhannya
3. Menganjurkan pasien untuk menghilangkan
rasa takut
4. menganjurkan pasien untu ktidak terlalu
cemas dengan mengatakan banyak orang yang mengalami hal semacam ini tapi
mereka tetap kuat
5. Memberi dorongan moril pada pasien,
bahwa hanya dekatkan diri pada tuhan semoga masalahnya cepat teratasi
|
|
EVALUASI
NO. DIAGNOSIS
|
TGL/ JAM
|
PERKEMBANGAN
|
PARAF
|
1
|
13.00
25-11-11
|
S : Perdarahan sudah tidak
ada
O :
·
Warna
kulit = Coklat
·
Suhu
= 36,5 C
·
Nadi
= 60-80 x/mnt
·
Frekwensi
nafas = 21 x/mnt
A: Masalah teratasi
P : Pertahankan tindakan
yang ada no 4
|
|
2
|
13.00
25-11-11
|
S : Pasien
mengungkapkan keadaan nyeri sudah hilang
O : Skala nyeri pasien 5
A : Masalah teratasi
P : Pertahankan tindakan yang ada no 2 dan 3
|
|
3
|
16.00
25-11-11
|
S : Pasien sudah tidak cemas dan dapat
mengontrol emosinya sendiri
O :
·
Gelisah
= tidak ada
·
Cemas
= tidak ada
·
Kekhawatiran
= tidak ada
A :
Masalah teratasi
P : Pertahankan rencana tindakan yang ada no 1,
2, dan 5
|
|
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Penyakit Koagulasi Intravaskular Diseminata (KID)
atau yang lebih dikenal sebagai Disseminated Intravascular Coagulation (DIC)
merupakan suatu gangguan pembekuan darah yang didapat, berupa kelainan
trombohemoragic sistemik yang hampir selalu disertai dengan penyakit primer
yang mendasarinya. Karakteristik ditandai oleh adanya gangguan hemostasis yang
multipel dan kompleks berupa aktivasi pembekuan darah yang tidak terkendali dan
fibrinolisis (koagulopati konsumtif). DIC merupakan salah satu kedaruratan
medik, karena mengancam nyawa dan memerlukan penanganan segera.
Penyebab DIC dapat diklasifikasikan berdasarkan
keadaan akut atau kronis . DIC pun dapat merupakan akibat dari kelainan tunggal
atau multipel. DIC paling sering disebabkan oleh kelainan obstetrik, keganasan
metastasis, trauma masif, serta sepsis bacterial.
Patofisiologi dasar DIC adalah terjadinya Aktivasi
system koagulasi (consumptive coagulopathy), Depresi prokoagulan, efek
Fibrinolisis
DIC dapat terjadi hampir pada semua orang tanpa perbedaan ras, jenis kelamin, serta usia. Gejala-gejala DIC umumnya sangat terkait dengan penyakit yang mendasarinya, ditambah gejala tambahan akibat trombosis, emboli, disfungsi organ, dan perdarahan.
DIC dapat terjadi hampir pada semua orang tanpa perbedaan ras, jenis kelamin, serta usia. Gejala-gejala DIC umumnya sangat terkait dengan penyakit yang mendasarinya, ditambah gejala tambahan akibat trombosis, emboli, disfungsi organ, dan perdarahan.
percobaan pengobatan klinik maupun penilaian hasil
percobaan karena etiologi beragam dan beratnya DIC juga bervariasi. Yang utama
adalah mengetahui dan melakukan pengelolaan penderita berdasarkan penyakit yang
mendasarinya dan keberhasilan mengatasi penyakit dasarnya akan menentukan
keberhasilan pengobatan.
DAFTAR PUSTAKA
Gofir Abdul. 2003. Diagnosa dan Terapi kedokteran. Salemba Medika: Jakarta
Suyono Selamet. 2001. Ilmu Penyakit dalam Jilid II Edisi ketiga.Balai
Penerbit FKUI: Jakarta
Dianec Buughman. 1997. Keperawatan Medikal Bedah. EGC: Jakarta
Baker WF. 1989. Clinical of disseminated
intravascular coagulation syndrome. Balai Penerbit FKUI: Jakarta
Abdil Gaard C.F. : Recognition On
Treatment Of Intravascular Coagulation. J. Pediat. T4 : 1T0, 2001.
Corrigan J.J. : Disseminated
Intravascular Coagulopathy. Pediatrics 64 : 3T, 2005.
Hardaway R.M. : Syndroms Of
Intravascular Coagulation. C.C. Thomas Publ., Springfield, Illinois , U.S.A. 2000.
McKay And Willlam Margaretten :
Disseminated Intravascular Coagulation In Pregnancy. Arch. Intern. Med. 120 : 129, 2004.
Andra.
Ancaman Serius Koagulasi Intravaskular Diseminata. Dalam Farmacia Edisi
Februari 2007 , Halaman: 17.
Anonymous. Disseminated
Intravascular Coagulation. Dalam Www.Medicastore.Com, 2005. 7. Kho L.K.,
Himawan. Beberapa Masalah Penyakit Darah di lndonesia. Dalam Cermin Dunia
Kedokteran No,18, 2005.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar