Jumat, 20 Januari 2012

ASKEP Disseminated Intravaskular Coagulation ( DIC )


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Disseminated Intravaskular Coagulation ( DIC ) dapat terjadi hampir pada semua orang tanpa perbedaan ras, jenis kelamin, serta usia. Gejala-gejala DIC umumnya sangat terkait dengan penyakit yang mendasarinya, ditambah gejala tambahan akibat trombosis, emboli, disfungsi organ, dan perdarahan. Koagulasi intravaskular diseminata atau lebih populer dengan istilah aslinya, Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) merupakan diagnosis kompleks yang melibatkan komponen pembekuan darah akibat penyakit lain yang mendahuluinya. Keadaan ini menyebabkan perdarahan secara menyeluruh dengan koagulopati konsumtif yang parah. Banyak penyakit dengan beraneka penyebab dapat menyebabkan DIC, namun bisa dipastikan penyakit yang berakhir dengan DIC akan memiliki prognosis malam. Meski DIC merupakan keadaan yang harus dihindari, pengenalan tanda dan gejala berikut penatalaksanaannya menjadi hal mutlak yang tak hanya harus dikuasai oleh hematolog, namun hampir semua dokter dari berbagai disiplin. DIC merupakan kelainan perdarahan yang mengancam nyawa, terutama disebabkan oleh kelainan obstetrik, keganasan metastasis, trauma masif, serta sepsis bakterial.
Terjadinya DIC dipicu oleh trauma atau jaringan nekrotik yang akan melepaskan faktor-faktor pembekuan darah. Endotoksin dari bakteri gram negatif akan mengaktivasi beberapa langkah pembekuan darah. Endotoksin ini pula yang akan memicu pelepasan faktor pembekuan darah dari sel-sel mononuklear dan endotel. Sel yang teraktivasi ini akan memicu terjadinya koagulasi yang berpotensi menimbulkan trombi dan emboli pada mikrovaskular. Fase awal DIC ini akan diikuti fase consumptive coagulopathy dan secondary fibrinolysis. Pembentukan fibrin yang terus menerus disertai jumlah trombosit yang terus menurun menyebabkan perdarahan dan terjadi efek anti hemostatik dari produk degradasi fibrin. Pasien akan mudah berdarah di mukosa, tempat masuk jarum suntik/infus, tempat masuk kateter, atau insisi bedah. Akan terjadi akrosianosis, trombosis, dan perubahan pregangren pada jari, genital, dan hidung akibat turunnya pasokan darah karena vasospasme atau mikrotrombi. Pada pemeriksaan lab akan ditemui trombositopenia, PT dan aPTT yang memanjang, penurunan fibrinogen bebas dibarengi peningkatan produk degradasi fibrin, seperti D-dimer.
1.2   Rumusan masalah
  1. Apa yang dimaksud dengan Disseminated Intravaskular Coagulation (DIC)?
  2. Bagaimana etiologi, patofisiologi, komplikasi, diagnosis Disseminated Intravaskular Coagulation ( DIC )?
1.3  Pembatasan Masalah.
Berdasarkan latar belakang yang telah dibahas diatas, penulis membatasi masalah tentang “Disseminated Intravaskular Coagulation ( DIC ) "
1.4  Tujuan makalah
Dalam makalah ini terdapat 2 macam tujuan yaitu :
1.4.1 Tujuan Umum
1.   Mengetahui apa yang dimaksud dengan Disseminated Intravaskular Coagulation ( DIC )
2.   mengetahui etiologi, patofisiologi, komplikasi, diagnosis Disseminated Intravaskular Coagulation ( DIC )

 1.4.2 Tujuan Khusus
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah SISTEM Hematologi dan Imunologi dalam pokok bahasan ” Disseminated Intravaskular Coagulation ( DIC )”.



BAB II
PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI
·         Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) adalah suatu keadaan dimana bekuan- bekuan darah kecil tersebar di seluruh aliran darah, menyebabkan penyumbatan pada pembuluh darah kecil dan berkurangnya faktor pembekuan yang diperlukan untuk mengendalikan perdarahan. (medicastore.com).
·         Disseminated Intravascular Coagulation adalah suatu sindrom yang ditandai dengan adanya perdarahan/kelainan pembekuan darah yang disebabkan oleh karena terbentuknya plasmin yakni suatu spesifik plasma protein yang aktif sebagai fibrinolitik yang di dapatkan dalam sirkulasi (Healthy Cau’s)
·         Secara umum Disseminated Intavascular Coagulation (DIG) didefinisikan sebagai kelainan atau gangguan kompleks pembekuan darah akibat stirnulasi yang berlebihan pada mekanisme prokoagulan dan anti koagulan sebagai respon terhadap jejas/injury (Yan Efrata Sembiring, Paul Tahalele)
·         Kesimpulan : Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) adalah suatu keadaan dimana bekuan-bekuan darah kecil tersebar di seluruh aliran darah, menyebabkan penyumbatan pada pembuluh darah kecil dan berkurangnya faktor pembekuan yang diperlukan untuk mengendalikan perdarahan.

2.2 ETIOLOGI
DIC merupakan mekanisme perantara berbagai penyakit dengan gejala klinis tertentu. Berbagai penyakit dapat mencetuskan DIC fulminan atau derajat rendah seperti di bawah ini:
Penyakit yang disertai DIC fulminan
  1. Bidang obstetric: emboli cairan amnion, abrupsi plasenta, eklamsia, abortus
  2. Bidang hematologi: reaksi transfusi darah, hemolisis berat, transfuse massif, leukemia
  3. Infeksi
    • Septicemia, gram negative (endotoksin), gram negative (mikro polisakarida)
    • Virus : HIV, hepatitis, varisela, virus sitomegalo, demam dengue
    • Parasit : Malaria
    • Trauma
    • Penyakit hati akut : gagal hati akut ,ikterus obstruktif
    • Luka bakar
    • Penyakit ginjal menahun
    • Peradangan
    • Penyakit hati menahun

2.3 MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis bergantung pada penyakit dasar, akut atau kronik, dan proses patologis yang mana lebih utama,apakah akibat thrombosis mikrovaskular atau diathesis hemoragik. Kedua proses patologis ini menimbulkan gejala klinis yang berbeda dan dapat ditemukan dalam waktu yang bersamaan.
Perdarahan dapat terjadi pada semua tempat. Dapat terlihat sebagai petekie, ekimosis,perdarahan gusi,hemoptisis,dan kesadaran yang menurun sampai koma akibat perdarahan otak. Gejala akibat thrombosis mikrovaskular dapat berupa kesadaran menurun sampai koma,gagal ginjal akut,gagal napas akut dan iskemia fokal,dan gangrene pada kulit.
Mengatasi perdarahan pada Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) sering lebih mudah daripada mengobati akibat thrombosis pada mikrovaskular yang menyababkan gangguan aliran darah,iskemia dan berakhir dengan kerusakan organ yang menyebabkan
Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) sering berhubungan langsung dengan kondisi penyebabnya, adanya riwayat perdarahan dan hipovolume seperti perdarahan gastro intestinal dan gejala dan tanda trombosis pada pembuluh darah yang besar seperti DVT dan trombosis mikrovaskuler seperti gagal ginjal, perdarahan dari setidaknya 3 daerah yang tidak berhubungan langsung dengan DIC seperti :
·         Epistaksis
  • Perdarahan gusi
  • Perdarahan Mukosal
  • Batuk
  • Dyspnea
  • Bingung, disorientasi
  • Demam

Kondisi yang dapat terjadi DIC antara lain :
1.      Sepsis atau infeksi yang berat
  1. Trauma ( Polytrauma, neurotrauma, emboli lemak )
  2. Kerusakan organ ( Pankreatitis berat )
  3. Malignancy ( Penyakit yang kondisinya buruk )
o   Tumor padat
o   Myeloproliferative/ lymphoproliferatif malignan
  1. Kehamilan yang sulit
o   Emboli caitran amniotik
o   Plasenta abrupsio
  1. Kelainan Vaskuler
o   Kasaback-mereritt syndrom
o   Aneurisma vaskuler yang besar
  1. Kerusakan hepar berat
  2. Reaksi toxic atau imunologi yang berat
o   Digigit ular
o   Penggunaan obat-obatan terlarang
o   Reaksi transfusi
o   Kegagalan tranplantasi
2.4 PATHOFISIOLOGI
Disseminated Intravaskular Coagulation ( DIC ). sebenarnya bukanlah nama diagnosa suatu penyakit dan Disseminated Intravaskular Coagulation ( DIC ). terjadi selalu mengindikasikan adanya penyakit yang menjadi penyebabnya. Ada banyak sekali penyebab terjadinya Disseminated Intravaskular Coagulation ( DIC ). Disseminated Intravaskular Coagulation ( DIC ). ditandai dengan aktivasi sistemik dari system pembekuan darah, yang menyebabkan reaksi generasi dan deposisi (pengendapan ) dari fibrin, menimbulkan thrombus microvaskuler di organ-organ tubuh sehingga menyebabkan terjadinya multi organ failure. ( Levi, 1999 )
Emboli cairan amnion yang disertai Disseminated Intravaskular Coagulation ( DIC ). sering mengancam jiwa dan dapat menyebabkan kematian. Gejala DIC. karena emboli cairan amnion yaitu gagal nafas akut, dan renjatan. Pada sindrom mati janin dalam uterus yang lebih dari 5 minggu yang ditemukan DIC. pada 50% kasus. Biasanya pada permulaan hanya DIC. derajat rendah dan kemudian dapat berkembang cepat menjadi DIC fulminan.Dalam keadaan seperti ini nekrosis jaringan janin, dan enzim jaringan nekrosis tersebut akan masuk dalam sirkulasi ibu dan mengaktifkan sistem koagulasi dan fibrinolisis,dan terjadi DIC fulminan.
Pada kehamilan dengan eklamsia ditemukan DIC derajat rendah dan sering pada organ khusus seperti ginjal dan mikrosirkulasi plasenta. Namun perlu diingat bahwa 10-15% DIC derajat rendah dapat berkembang menjadi DIC fulminan. Abortus yang diinduksi dengan garam hipertonik juga sering disertai DIC derajat rendah, sampai abortus komplet,namun kadang dapt menjadi fulminan.
Hemolisis karena reaksi transfusi darah dapat memicu sistem koagulasi sehingga terjadi DIC. Akibat hemolisis,sel darah merah (SDM) melepaskan adenosine difosfat (ADP) atau membrane fosfolipid SDM yang mengaktifkan sistem koagulasi baik sendiri maupun secara bersamaan dan menyebabkan DIC. Pada septikimia DIC terjasi akibat endotoksin atau mantel polisakarida bakteri memulai koagulasi dengan cara mengaktifkan factor F XII menjadi FXIIa,menginduksi pelepasan reaksi trombosit,menyebabkan endotel terkelupas yang dilanjutkan aktivasi F XII men F X-Xia,dan pelepasan materi prokoagulan dari granulosit dan semuanya ini dapat mencetuskan DIC.Terakhir dilaporkan bahwa organism gram positif dapat menyebabkan DIC dengan mekanisme seperti endotoksin, yaitu mantel bakteri yang terdiri dari mukopolisakarida menginduksi DIC.
Beberapa mekanisme yang terjadi secara terus menerus pada DIC, penyebab utama terjadinya deposisi fibrin adalah
  1. Faktor jaringan, penyebab terjadinya generasi trombin
  2. Kegagalan fisiologis mekanisme antikoagulan, seperti sistem antithrombin dan sistem protein C yang menurunkan keseimbangan generasi thrombin.
  3. Gagalnya fibrin removal yang menyebabkan penurunan sistem fibrinolitik, perburukan thrombolisis endogenous terutama disebabkan oleh tingginya tingkat sirkulasi dari fibrinolitik, aktifitas fibrinolitic meningkat dan menyebabkan perdarahan.



2.5 PATHWAYS


Pernafasan
 
hemoptisis
 
Calon enzim
 
Infeksi
 
Sepsis
 
Pada otak
 
ekimosis
 
Kesadaran
 
petekie
 
Kulit
 
DIC
 
Tertumpuk pada pembuluh darah
 
Fibrin
 
Enzim Proteolitik
 
Plasminogen
 
Plasmin
 
Pelepasan granulosit dari aktifitas faktor XII yang membentuk koagulan
 
Lipid
 
Fosfolipid
 
Protrombin
 
Trombin
 
Aktivitas tromboplastin
 
Eritrosit
 
Kerusakan Eritrosit
 
Kerusakan trombosit
 
Endotoksin
 
Kerusakan jaringan
 
Kerusakan endotel
 
koagulasi menurun
 
Fibrinogen
 
ADP (adenosine difosfat)
 












































Koma
 
 


2.6  KOMPLIKASI
- Acute respiratory distress syndrome (ARDS)
- Penurunan fungsi ginjal
- Gangguan susunan saraf pusat
- Gangguan hati
- Ulserasi mukosa gastrointestinal : perdarahan
- Peningkatan enzyme jantung : ischemia, aritmia
- Purpura fulminan
- Insufisiensi adrenal
- Lebih dari 50% mengalami kematian

2.7 INSIDEN
Orang-orang yang memiliki resiko paling tinggi untuk menderita DIC:
o   Wanita yang telah menjalani pembedahan kandungan atau persalinan disertai komplikasi, dimana jaringan rahim masuk ke dalam aliran darah
o   Penderita infeksi berat, dimana bakteri melepaskan endotoksin (suatu zat yang menyebabkan terjadinya aktivasi pembekuan
o   Penderita leukemia tertentu atau penderita kanker lambung, pankreas maupun prostat.
o   Orang-orang yang memiliki resiko tidak terlalu tinggi untuk menderita DIC:
§  Penderita cedera kepala yang hebat
§  Pria yang telah menjalani pembedahan prostate
§  Terkena gigitan ular berbisa

2.8 PEMERIKSAAN HEMOSTASIS PADA DIC
a) Masa Protombin
Masa protrombin bias abnormal pada DIC, dapat disebabkan beberapa hal. Karena masa protrombin yang memanjang bisa karena hipofibrinogenemia, gangguan FDP pada polimerisasi fibrin monomer dan karena plasmin menginduksi lisis faktor V dan faktor IX. Masa protrombin ditemukan memanjang pada 50-75% pasien DIC sedang pada kurang 50% pasien bias dalam batas normal atau memendek. Normal atau memendeknya masa protrombin ini terjadi karena
(1) beredarnya faktor koagulasi aktif seperti trombin atau F Xa yang dapat mempercepat pembentukan fibrin,
(2) hasil degradasi awal dapat mempercepat pembekuan oleh thrombin atau sistem pembekuan gel yang cepat. Masa protrombin umumnya kurang bermanfaat dalam evaluasi DIC.
b) Partial Thrombin Time (PTT)
PTT diaktifkan seharusnya juga memanjang pada DIC fulminan karena berbagai sebab sehingga parameter ini lebih berguna pada masa protrombin. Plasmin menginduksi biodegradasi F V, VIII, IX dan XI, yang seharusnya juga menyebabkan PTT memanjang. Selain itu sama halnya dengan masa protrombin, PTT juga akan memanjang bila kadar fibrinogen kurang dari 100 mg%.
PTT juga memanjang pada DIC Karena pada FDP menghambat polimerisasi fibrin monomer. Namun PTT yang memanjang dapat ditemukan pada 50-60% pasien DIC, dan oleh sebab itu PTT yang normal tak dapat dipakai menyingkirkan DIC. Mekanisme terjdinya PTT normal atau memendek pada 40-50% pasien DIC sama seperti pada masa protrombin.
c) Kadar Faktor Pembekuan
Pemeriksaan kadar faktor pada pembekuan memberikan sedikit informasi yang berarti pada pasien DIC. Sebagaimana sudah disebutkan sebelumnya pada kebanyakan pasien DIC fulminan faktor pembekuan yang aktif beredar dalam sirkulasi terutama F Xa, IXa dan trombin. Pemeriksaan faktor yang didasarkan atas standar PTT dan masa protrombin dengan teknik menggunakan difisiensi substrat akan memberikan hasil yang tidak dapat diinterpretasi. Sebagai contoh jika F VIII diperiksa dengan pasien DIC dengan disertai peningikata F Xa, jelas F VIII yang dicatat akan tinggi karena dalam uji sistem F Xa melintas kebutuhan F VIII sehingga terjadi perubahan fibrinogen menjadi fibrin dengan cepat dengan waktu yang dicatat dalam kurva standar pendek, dan ini akan diinterpretasi sebagai kadar F VIII yang tinggi.
d) FDP
Kadar FDP akan meningkat pada 85-100% kasus DIC. Hasil degradasi ini akibat biodegradasi fibrinogen atau fibrin oleh plasmin, jadi secara tidak langsung menunjukkan bahwa jumlah plasmin melebihi jumlah normal dalam darah. Tes protamin sulfat atau etanol biasanya positif bila dalam sirkulasi darah ada fibrin monomer soluble. Tetapi sama sepert FDP, tes ini bukan sebagai sarana diagostik, karena fibrin monomer soluble juga terlihat pada situasi klinis lain, sama seperti pada situasi klinis lain, seperti pada wanita dengan kontrasepsi oral, pasien dengan emboli paru, pada beberapa pasien infark miokard, pasien dengan penyakit ginjal tertentu, pasien dengan thrombosis vena atau arteri, dan pasien dengan tromboemboli.
e) D- Dimer
Suatu test terbaru untuk DIC adalah D-Dimer.D-Dimer merupakan hasil degradasi fibrin ikat silang yaitu fibrinogen yang diubah menjadi fibrin kemudian diaktifkan oleh factor XIII. Dari periksaan atau tes yang paling banyak dilakukan untuk menilai KID. D-Dimer tamapaknya merupakan tes yang paling dapat dipercaya untuk menilai kemungkinan DIC, Menunjukkan adanya D-Dimer apnormal pada 93% kasus, kadar AT III apnorml pada 89% kasus, kadar fibri nopeptida apnormal pada 88% kasus, dan titer FDP abnormal pada 75 % kasus.
Kadang-kadang titer FDP dan reaksi para koagulasi dapat negative pada DIC. Hal ini disebabkan pada DIC akut jumlah plasmin yang beredar sngat banyak dan fibrinolisis sekunder mengakibatkan degradasi Fragmen D & E, padahal fragmen inilah yang dideteksi sebagai FDP. Selain itu penglepasan protease granulosid, kolagenase dan elastase yang berlebihan dapat juga mengakibatkan dekradasi pada semua sisa fragmen D & E dan akhirnya memberikan hasil FDP negative. Jadi FDP yang negative belum dapat menyingkirkan diagnosis DIC. Dengan tersedianya pemeriksaan D-Dimer, pemeriksaan FDP dan tes protamin sulfat menjadi terbatas perannya dalam mendiagnosis DIC.
2.9 PENATALAKSANAAN

1.      Atasi penyakit primer yang menimbulkan DIC
2.      Pemberian heparin. Heparin dapat diberikan 200 U/KgBB iv tiap 4-6 jam. Kenaikan kadar fibrinogen plasma nyata dalam 6-8 jam, setelah 24-48 jam sesudah mencapai harga normal.
3.      Terapi pengganti. Darah atau PRC diberikan untuk mengganti darah yang keluar. Bila dalam pengobatan yang baik, jumlah trombosit tetap rendah dalam waktu sampai seminggu, berarti tetap mungkin terjadi perdarahan terus atau ulangan, sehingga dalam keadaan ini perlu diberikan platelet concentrate.
4.      Obat penghambat fibrinolitik. Pemakaian Epsilon Amino Caproic Acid (EACA) atau asam traneksamat untuk menghambat fibrinolisis sama sekali tidak boleh dilakukan, karena akan menyebabkan trombosis. Bila perlu sekali, baru boleh diberikan sesudah heparin disuntikkan. Lama pengobatan tergantung dari perjalanan penyakit primernya. Bila penyakit primernya dapat diatasi cepat, misalnya komplikasi kehamilan dan sepsis, pengobatan DIC hanya perlu untuk 1-2 hari. Pada keganasan leukemia dan penyakit-penyakit lain dimana pengobatan tidak efektif, heparin perlu lebih lama diberikan. Pada keadaan ini sebaiknya diberikan heparin subkutan secara berkala. Antikoagulan lain jarang diberikan. Sodium warfarin kadang-kadang memberikan hasil baik.
2.10 ASUHAN KEPERAWATAN PADA DISSEMINATED INTRAVASCULAR COAGULATION (DIC)
Identitas Klien
Nama                     :  Tn. Songko
Umur                      :  66 tahun
Agama                   :  Islam
Jenis Kelamin         :  laki-laki
Pendidikan             :                
Pekerjaan               :                
Alamat                   :  Jl. Dr Soetomo No. 10 Pamekasam
Status                     :                
Keluhan utama
-          Nyeri pada kaki disertai bercak – bercak merah
Riwayat penyakit sekarang
Nyeri dan demam dengan suhu tinggi >38 sehingga perlu rawat inap di RS pada tanggal 23 november 2011.
Riwayat kesehatan lalu
Menderita penyakit ginjal menahun

Pemeriksaan fisik
·         Suhu   : 38,50 C
·         TD  : 80/60 mmHg
·         Nadi   : 65 x/mnt
·         RR : 22 x/mnt

  1. Kulit dan membran mukosa = perembesan difusi darah atau plasma, ptekiae, purpura yang teraba (pada awalnya di dada dan abdomen), hemoragi, hematoma, luka bakar karena plester, sianosis akral
  2. Sistem GI = mual, muntah, uji guaiak positif pada emesis/aspirasi nasogastrik dan feses, nyeri hebat pada abdomen, peningkatan lingkar abdomen
  3. Sistem urinaria = hematuria, oliguria
  4. Sistem pernafasan = dispnea, takipnea, sputum mengadung darah
  5. Sistem kardiovaskular = hipotensi meningkat, hipotensi postural, frekwensi jantung meningkat, nadi perifer tak teraba
  6. Sistem syaraf perifer = perubahan tingkat kesadaran, gelisah, ketidastabilan vasomotor
  7. Sistem muskuloskeletal = nyeri otot, sendi dan punggung
  8. Perdarahan sampai hemoragi insisi operasi, uterus postpartum, fundus mata (perubahan visual)
  9. Prosedur invasif suntikan, iv, kateter arterial dan selang nasogastrik atau dada, dan lain-lain






ANALISA DATA

No
Data pendukung
Etiologi
Masalah
1
DS : Pasien mengalami perdarahan pada daerah yang memar kemerahan
DO :
  • hipotensi postural,
  • frekwensi jantung meningkat,
  • nadi perifer tak teraba,
  • perembesan difusi darah atau plasma
Infeksi

Sepsis

Kerusakan jaringan kulit

ekimosis
 


perdarahan


Perubahan perfusi jaringan kardiopulmoner berhubungan dengan terganggunya aliran/ sirkulasi darah ditandai dengan perdarahan

2
DS : Pasien mengatakan nyeri pada bagian memar yang kemerahan
DO :
·         Dengan skala nyeri rentang 1-10, pasien menunjukkan angka 8, dengan kriteria 10= sangat nyeri dan 1= tidak nyeri
Memar

Perdarahan

Jaringan terbuka

nyeri

Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan

3
DS : Pasien cemas tidak tenang, gelisah,  emosinya labil
DO :
·         Pasien mengatakan ia sangat cemas dan bingung dengan penyakitnya.
Kurang pengetahuan

Kopping pasien
 

Cemas, gelisah
Ansietas berhubungan dengan ancaman kematian


DIAGNOSA KEPERAWATAN

No
TGL/JAM
Diagnosa Keperawatan
Paraf
1

Perubahan perfusi jaringan kardiopulmoner berhubungan dengan terganggunya aliran/sirkulasi darah ditandai dengan perdarahan

2

Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan

3

Ansietas berhubungan dengan ancaman kematian



NOC
Diagnosa 1 : Perubahan perfusi jaringan kardiopulmoner berhubungan dengan terganggunya aliran/sirkulasi darah ditandai dengan perdarahan
Kriteria
Nilai 1
Nilai 2
Nilai 3
Nilai 4
Nilai 5
Warna kulit





Suhu





Nadi





Frekwensi nafas





Aritmia






NIC
Tgl/ Jam
Diagnosa
Tujuan dan Kriteria
Intervensi
Paraf
24-11-11/ 07.30
Perubahan perfusi jaringan kardiopulmoner berhubungan dengan terganggunya aliran/sirkulasi darah ditandai dengan perdarahan
Tujuan : perfusi jaringan dapat dipertahankan atau ditingkatkan secara adekuat
Kriteria :
·         Warna kulit
·         Suhu
·         Nadi
·         Frekwensi nafas
·         Aritmia
1.      Aktifitas keperawatan
      Auskultasi dada dan jantung serta bunyi nafas
      Kaji peningkatan tekanan darah
      Ukur lingkar abdomen bila dicurigai terjadi pedarahan GI
2.      Pendidikan keluarga
      Ajarkan pada pasien untuk memperhatikan dan menjaga balutan lukanya
3.      Tindakan kolaboratif
      Konsultasikan pada dokter jika pasien mengalami nyeri yang hebat
      Jika perlu memberikan terapi oksigen konsultasikan dengan dokter terlebih dahulu
4.      Aktifitas lain
      Berikan dengan hati-hati perawatan sesuai dengan kebutuhan
      Pantau pemeriksaan laboratorium, laporkan keadaan asidosis




NOC
Diagnosa 2 : Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan
Kriteria
Nilai 1
Nilai 2
Nilai 3
Nilai 4
Nilai 5
Nyeri





Posisi menghindari nyeri





Respon autonomik





Perilaku ekspresi wajah






NIC
Tgl/ Jam
Diagnosa
Tujuan dan Kriteria
Intervensi
Paraf
24-11-11/ 13.30
Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan
Tujuan : nyeri berkurang atau terkontrol dengan criteria hasil klien mengatakan merasa nyaman, postur tubuh dan wajah relaks
Kriteria :
·         Nyeri
·         Posisi menghindari nyeri Suhu
·         Respon autonomik Frekwensi nafas
·         Perilaku ekspresi wajah
1.      Aktifitas keperawatan
      Lakukan pengkajian nyeri yang komprehensif meliputi lokasi, karakteristik, durasi, frekwensi, kualitas, keparahan nyeri dan faktor presipitasinya
      Observasi isyarat ketidaknyamanan nonverbal
      Dalam mengkaji nyeri pasien, gunakan kata-kata yang konsisten dengan usia dan tingkat perkembangan pasien
2.      Pendidikan keluarga
      Berikan informasi tentang nyeri, seperti penyebab, seberapa lama akan berlangsung dan antisipasi ketidaknyamanan dengan prosedur
3.      Tindakan kolaboratif
      Konsultasikan pada dokter dengan pemberian analgesik
      Laporkan pada dokter jika tindakan tidak berhasil
4.      Aktifitas lain
      Sesuaikan frekuensi dosis sesuai indikasi dengan pengkajian dan efek samping
      Bantu pasien untuk mengidentifikasi tindakan memenuhi kebutuhan rasa nyaman







NOC
Diagnosa 3 : Ansietas berhubungan dengan ancaman kematian
Kriteria
Nilai 1
Nilai 2
Nilai 3
Nilai 4
Nilai 5
Gelisah





Cemas





Insomnia





Ketakutan






NIC
Tgl/Jam
Diagnosa
Tujuan dan Kriteria
Perencanaan
Paraf
24-11-11/ 19.00





























Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan kondisi, pemeriksaan diagnostik dan rencana tindakan
Tujuan : Agar pasien tidak cemas karena infeksi yang dideritanya dan dapat beraktivitas kembali

Kriteria :
ü  Gelisah
ü  Cemas
ü  Insomnia
ü  Ketakutan
ü  Kekhawatiran
1.      Aktivitas Keperawatan
·         Kaji dan dokumentasi tingkat kecemasan pasien
·         Selidiki dengan pasien tentang  tehnik yang telah dimiliki dan yang belum dimiliki untuk mengurangi ansietas di masa lalu
·         Menentukan pengambilan keputusan pada pasien
2.      Pendidikan Keluarga
  • Ajarkan pasien atau keluarga tentang tehnik untuk mencegah ansietas
  • Instruksikan pasien tentang penggunaan teknik relaksasi
3.      Aktifitas kolaboratif
  • Konsultasikan dengan dokter tentang pemberian pengobatan untuk mengurangi ansietas, sesuai kebutuhan
4.      Aktifitas lain
·         Beri dorongan kepada pasien untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan agar ansietas dapat terkurangi
·         Bantu pasien untuk memfokuskan pada situasi saat ini
·         Sarankan terapi alternatif untuk mengurangi ansietas yang diterima oleh pasien


IMPLEMENTASI
NO. DIAGNOSIS MASALAH KOLABORATIF
TGL/ JAM
TINDAKAN
PARAF
1

  1. Melakukan Pemeriksaan TTV pasien
  2. Mencuci tangan
  3. Membersihkan luka dan merawat luka tersebut
  4. Mengatur posisi yang nyaman untuk klien
·         atur posisi miring
  1. Memberikan terapi oksigen
  2. Memantau pemeriksaan laboratorium

2

1.      Mengkaji tingkat nyeri pasien
2.      Memberikan analgesik sesuai saran dokter
3.      Mengobservasi  tanda dan gejala nyeri
4.      Merngatur posisi ventilator dengan baik dan benar


3

1.      Menjalin hubungan baik dengan pasien
2.      Meyakinkan pasien bahwa mereka memegang peranan penting dalam kesembuhannya
3.      Menganjurkan pasien untuk menghilangkan rasa takut
4.      menganjurkan pasien untu ktidak terlalu cemas dengan mengatakan banyak orang yang mengalami hal semacam ini tapi mereka tetap kuat
5.      Memberi dorongan moril pada pasien, bahwa hanya dekatkan diri pada tuhan semoga masalahnya cepat teratasi



EVALUASI
NO. DIAGNOSIS
TGL/ JAM
PERKEMBANGAN
PARAF
1
13.00
25-11-11
S : Perdarahan sudah tidak ada
O :
·         Warna kulit = Coklat
·         Suhu = 36,5 C
·         Nadi = 60-80 x/mnt
·         Frekwensi nafas = 21  x/mnt
A: Masalah teratasi
P : Pertahankan tindakan yang ada no 4   


2
13.00
25-11-11
S : Pasien mengungkapkan keadaan nyeri sudah hilang
O : Skala nyeri pasien 5
A : Masalah teratasi
P  : Pertahankan tindakan yang ada no 2 dan 3


3
16.00
25-11-11
S :   Pasien sudah tidak cemas dan dapat mengontrol emosinya sendiri

O :   
·         Gelisah = tidak ada
·         Cemas = tidak ada
·         Kekhawatiran = tidak ada

A : Masalah teratasi

P : Pertahankan rencana tindakan yang ada no 1, 2, dan 5













BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Penyakit Koagulasi Intravaskular Diseminata (KID) atau yang lebih dikenal sebagai Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) merupakan suatu gangguan pembekuan darah yang didapat, berupa kelainan trombohemoragic sistemik yang hampir selalu disertai dengan penyakit primer yang mendasarinya. Karakteristik ditandai oleh adanya gangguan hemostasis yang multipel dan kompleks berupa aktivasi pembekuan darah yang tidak terkendali dan fibrinolisis (koagulopati konsumtif). DIC merupakan salah satu kedaruratan medik, karena mengancam nyawa dan memerlukan penanganan segera.
Penyebab DIC dapat diklasifikasikan berdasarkan keadaan akut atau kronis . DIC pun dapat merupakan akibat dari kelainan tunggal atau multipel. DIC paling sering disebabkan oleh kelainan obstetrik, keganasan metastasis, trauma masif, serta sepsis bacterial.
Patofisiologi dasar DIC adalah terjadinya Aktivasi system koagulasi (consumptive coagulopathy), Depresi prokoagulan, efek Fibrinolisis
DIC dapat terjadi hampir pada semua orang tanpa perbedaan ras, jenis kelamin, serta usia. Gejala-gejala DIC umumnya sangat terkait dengan penyakit yang mendasarinya, ditambah gejala tambahan akibat trombosis, emboli, disfungsi organ, dan perdarahan.
percobaan pengobatan klinik maupun penilaian hasil percobaan karena etiologi beragam dan beratnya DIC juga bervariasi. Yang utama adalah mengetahui dan melakukan pengelolaan penderita berdasarkan penyakit yang mendasarinya dan keberhasilan mengatasi penyakit dasarnya akan menentukan keberhasilan pengobatan.




DAFTAR PUSTAKA

Gofir Abdul. 2003. Diagnosa dan Terapi kedokteran. Salemba Medika: Jakarta
Suyono Selamet. 2001. Ilmu Penyakit dalam Jilid II Edisi ketiga.Balai Penerbit FKUI: Jakarta
Dianec Buughman. 1997. Keperawatan Medikal Bedah. EGC: Jakarta
Baker WF. 1989. Clinical of disseminated intravascular coagulation syndrome. Balai Penerbit FKUI: Jakarta
Abdil Gaard C.F. : Recognition On Treatment Of Intravascular Coagulation. J. Pediat. T4 : 1T0, 2001.
Corrigan J.J. : Disseminated Intravascular Coagulopathy. Pediatrics 64 : 3T, 2005.
Hardaway R.M. : Syndroms Of Intravascular Coagulation. C.C. Thomas Publ., Springfield, Illinois , U.S.A. 2000.
McKay And Willlam Margaretten : Disseminated Intravascular Coagulation In Pregnancy. Arch. Intern. Med. 120 : 129, 2004.
Andra. Ancaman Serius Koagulasi Intravaskular Diseminata. Dalam Farmacia Edisi Februari 2007 , Halaman: 17.
Anonymous. Disseminated Intravascular Coagulation. Dalam Www.Medicastore.Com, 2005. 7. Kho L.K., Himawan. Beberapa Masalah Penyakit Darah di lndonesia. Dalam Cermin Dunia Kedokteran No,18, 2005.